Tuesday 23 July 2013

Kecanduan Game Online, Masa Depan Jadi Taruhan

Belum lama ini kakak saya cerita, ada temannya (cowok) yang adalah kakak kelasnya sewaktu SMA dulu, belum lulus kuliah juga sampai sekarang gara-gara kecanduan main game online! Nah loh! Padahal teman-teman seangkatannya udah pada wisuda tahun 2011 kemarin. Sekarang sih dia tinggal nyusun skripsi, tapi ya jadi terbengkalai karena kerjaannya main game online mulu. Hampir tiap hari dia main di warnet dekat kampusnya. Tapi bilang ke mamanya mau ke kampus karena masih ada mata kuliah. Giliran dinasehatin sama teman-temannya nih, dia malah bilang, “Aaah.. Skripsi mah nanti aja, sehari bikin juga kelar.” Hadeuh, susah juga ya. Ngomongin tentang game online, rasanya udah nggak asing lagi bagi kita karena selama beberapa tahun belakangan, game online telah diminati oleh banyak pelajar dan mahasiswa, bahkan sampai anak SD pun udah banyak yang mengenalnya. Dengan menjamurnya warnet, menjadi salah satu bukti bahwa semakin berkembangnya game online di zaman sekarang. Seperti yang dilansir dalam republika.co.id, pengguna game online di Indonesia tercatat mencapai 6,5 juta orang di tahun 2011. Nah, yang jadi masalah adalah ketika game online merasuki seluruh kehidupan si gamer sehingga mengganggu aktivitas lain yang harusnya lebih diprioritaskan. Tahu sendiri kan kalau para gamer lagi main, pasti bakalan asyik sendiri sama dunianya. Mereka rela menghabiskan waktu berjam-jam nongkrong di depan komputer buat nge-game. Bahkan sampai ngerelain waktu tidurnya dengan nyubuh di warnet. Saya jadi ingat teman saya, sebutlah Hendri, seorang pecandu game online. Awal kenal game online sewaktu kelas 1 SMA (kira-kira 5 tahun lalu) karena diajak seorang teman. Dan ternyata sampai sekarang pun kebiasaan main game di warnet masih sering dilakukannya. Kalau zaman SMA Hendri hanya main saat weekend atau hari libur aja, nah pas zaman kuliah kecanduannya akan game online makin menjadi-jadi. Apalagi dirinya hidup ngekost di luar kota dan jauh dari orang tua. Waktu kuliah semester 2 lalu, jadwal kuliahnya memang agak longgar, jadi Hendri bisa menghabiskan waktunya dengan bermain di warnet. Setiap kali main, pasti sampai nginep (alasannya sih karena lebih murah), tanpa peduli besoknya ada kelas pagi atau nggak. Hendri sendiri lebih menyukai game online jenis Massively Multiplayer Online First-Person Shooter Games (MMOFPS), seperti Point Blank, game dengan setting peperangan, lengkap dengan senjata militer dan aksi tembak-tembakan. Dimulai dari jam 7 - 10 malam, paket main 3 jam dipesan seharga Rp 5.000 lalu dilanjutin dengan paket malam seharga Rp 10.000 dari jam 10 malam - 8 pagi. Jadi kalau dihitung-hitung, Hendri main hampir 13 jam nonstop dengan hanya berbekal sebungkus rokok dan sebotol air mineral 1,5 liter. Kalau hari itu ada kelas pagi, ya Hendri cuma main sampai jam 6 atau 7 pagi dan langsung ke kampus, nggak pakai tidur dulu. Dan itu berlangsung hampir setiap hari. Duh, sampai separah itu ya kalau orang udah kecanduan game online? Saya yang nggak pernah main game online jadi penasaran, apa sih yang bikin gamer itu betah berlama-lama di depan komputer? Selain tampilan menarik dan permainan yang seru, kalau kata Hendri ada kesenangan tersendiri yang didapat saat main. Apalagi kalau akhirnya bisa menang dengan susah payah dan perjuangan keras, wuiih senangnya tak terkira. Ditambah lagi kalau mainnya bareng teman-teman, soalnya game multiplayer online itu kan menuntut adanya kerjasama satu tim buat mencapai target tertentu. Nah, dengan main bareng teman-teman pasti lebih kerasa seru dan kebersamaannya. Padahal tanpa disadari, biasanya game online sengaja dirancang agar si gamer ketagihan dan nggak bisa berhenti main. Level makin meningkat, rasa penasaran pun makin memuncak. Lagipula, dibutuhkan waktu yang nggak sedikit untuk bisa menciptakan karakter di dalam game jadi sang jagoan. Bahkan hampir semua game online mengharuskan si gamer untuk mengeluarkan uang lebih kalau mau karakternya “mendadak jago”. Ada items yang harus dibeli supaya menambah kemampuan karakter si gamer dalam game. Namun, items tersebut nggak bisa dibayar dengan point yang dihasilkan gamer saat bermain, melainkan harus dibayar dengan “mata uang” yang bisa diperoleh dengan membeli voucher game online. Herannya, banyak gamer yang notabene pelajar atau mahasiswa dan masih minta duit orangtuanya, nggak sayang ngeluarin Rp 200.000 (bahkan lebih) per minggunya, hanya untuk beli voucher game online tersebut. Mengenai dampak negatif, Hendri sendiri mengaku pola hidupnya berantakan sejak dirinya kecanduan game online. Siang jadi malam, malam jadi siang. Belum lagi duit habis dan waktu terbuang percuma. Sosialisasi dengan lingkungan luar juga berkurang. Secara fisik sudah jelas terganggu, mulai dari kurang tidur, kurang makan, kurang minum, kurang gerak, mata lelah, leher pegal, dan gangguan lainnya. Begitu juga dengan kuliahnya. Kadang kalau capek dan ngantuk, terpaksa Hendri harus bolos kuliah. Tapi kalo masalah nilai, Hendri sih nggak pernah ngerasa terganggu. Terang aja, lah nilainya berasal dari contekan (ups.. yang ini jangan ditiru ya). Walaupun dirinya belum seratus persen berhenti main game online, setidaknya sekarang Hendri udah bisa mengontrol dirinya untuk nggak terus-terusan bermain. Jadwal kuliahnya yang padat turut “memaksa” Hendri buat mengurangi kecanduannya. Hendri mulai menyibukkan diri dengan mengikuti kegiatan organisasi di kampus. Dan terbukti frekuensi bermainnya sekarang nggak seintens dulu. Memang nggak mudah melepaskan diri dari candu game online. Namun, bukan berarti hal tersebut nggak mungkin terjadi jika ada niat yang kuat di baliknya. Main game online juga sebenarnya bukan hal yang buruk selama si gamer masih bisa mengatur waktu dan tidak mengabaikan kewajibannya. Bagi gamer yang masih di bawah umur, tentu pengawasan orang tua menjadi sangat penting. Harus diingat bahwa segala sesuatunya memiliki sisi positif dan negatif. Terutama di zaman serba canggih seperti sekarang, di mana gadget dan internet sudah mendarah daging dalam kehidupan kita. Jangan sampai hanya karena penggunaan internet secara nggak sehat, masa depan yang cerah jadi tinggal kenangan.

No comments:

Post a Comment

 
Tasya-Pintar © 2011 Templates | uzanc